makalah
konsep dasar
bank syariah
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
ALI MURTADHA
Semester /
Unit : IV ( Empat ) / I ( Satu )
Dosen
Pembimbing : Syawal Harianto, M.Si
Jurusan Syariah
Prodi Ekonomi Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (
STAIN )
MALIKUSSALEH - LHOKSEUMAWE
2012-2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengembangan sistem
perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system
atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia
(API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada
masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan
perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat
secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian
nasional.
Karakteristik sistem
perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi
masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi
yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam
berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.
Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam
dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi
alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh
golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Kehadiran BSM sejak tahun
1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi
dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak
Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung
politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat
terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha.
Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh
bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya
mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian
bank-bank di Indonesia.
Bab ii
Pembahasan
1. Pengertian Bank
Bank adalah lembaga
keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank
lainnya.
Sedang lembaga
keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, dimana
kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau
keduanya.[1]
Menurut UU RI No.10
Tahun 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa usaha perbankan meliputi 3 kegiatan utama yaitu :
- Menghimpun dana
- Menyalurkan dana
- Memberikan jasa lainnya
Dalam perbankan
konvensional, keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya administrasi
dan jasa yang ditawarkan. Sedangkan pada perbankan syariah tidak beroperasi
dengan mengandalkan pada bunga.
Bank syariah sendiri
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariah Islam[2]
2. Perkembangan Sistem
Perbankan Syariah
Di dalam sejarah
perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai
syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah.
Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan ketika
itu. Rasulullah sendiri pernah dititipi harta oleh orang-orang Qurays pada
waktu itu. Sehingga diberi gelar Al Amin karena terpercaya
memegang amanah.
Sedang dalam
perkembangannya di zaman Bani Abbasiyah, orang yang mempunyai keahlian untuk
menyimpan, menyalurkan dan mentransfer uang disebut Jihbiz.
3. Prinsip-prinsip
umum bank syariah.
Dalam menjalankan
usahanya, bank syariah harus tetap berpedoman pada nilai-nilai syariah. Prinsip
itu berpedoman pada Alquran dan Hadits. Prinsip yang diterapkan bank
syariah meliput[3]
- Prinsip pengharaman riba
Prinsip ini tercermin
dari praktek pengelolaan dana nasabah. Dana yang berasal dari nasabah penyimpan
harus jelas asal usulnya. Sedangkan penyalurannya harus dalam usaha-usaha yang
tidak bertentangan dengan syari.
2.
Prinsip keadilan
Prinsip ini tercermin
dari penerapan sistem bagi hasil dan pengambilan keuntungan berdasarkan hasil
kesepakatan dua belah pihak.
3.
Prinsip Kesamaan
Prinsip ini tercermin
dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang sederajat.
Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang
berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.
4.Karakteristik Bank Syariah
Beberapa hal yang
menjadi ciri sekaligus yang membedakannya dengan bank konvensional adalah[4] :
- Prinsip syariah Islam dalam
pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara kepentingan individu
dan masyarakat. Harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama
kegiatan investasi yang merupakan landasan aktifitas ekonomi dalam
masyarakat. Tidak setiap orang mampu secara langsung menginvestasikan
hartanya untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
lembaga perantara yang menghubungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha
yang memerlukan dana (pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara
tersebut adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
- Bank syariah adalah bank yang
berasaskan antara lain pada asas kemitraan, keadilan, transparansi dan
universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip
syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi
Islam dengan karakteristik antara lain sebagai berikut :
1)
Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
2)
Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money)
3)
Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
4)
Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
5) Tidak
diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
6)
Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad
B.Sistem Operasional Perbankan Syariah
1. Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada
Bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan
bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga Kegunaan, yaitu fungsi transaksi,
cadangan, dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun
disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan
deposito.
Berbeda dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
Berbeda dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a.
Sumber Dana
Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk mengimpun dana
masyarakat, bank syariah harus memiliki sumber dana optimal sebelum disalurkan
kembali ke masyarakat. Disamping itu, sebagai bang syariah yang di tuntut untuk
mempraktikan kaidah Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu dana masyarakat
dan transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Sumber
dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari (3) tiga jenis dana,
yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dari para pemegang saham
tersebut , dana titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dalam sistem
Wadi’ah, maupun yang diinvestasikan melelui bank dalam bentuk dana investasi
khusus (Mudhrabah Muqayyadah) atau investasi terbatas (Mudhrabah Muqayyadah)
serta dana zakat, infak, dan sadaqah.[5]
1. Modal
Modal merupakan dana (dalam bentuk pembeliaan saham) yang
disediakan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan
penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme
penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyawarah fi sahm
asy-syariqah atau equity partcipation pada saham perseroan bank
2.
Dana titipan masyarakat
3.
Dana dari ZIS
Dana ini peruntukannya
jelas satu dari ciri khas bank syariah selain mengelola dana untuk kepentingan
komersial bank juga harus berfungsi sebagai pengelola dana untuk kepentingan
sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama dengan
lembaga-lembaga sosial lainnya yang bergerak di bidang pemberdayaan
perekonomian masyarakat seperti Dompet Dhuafa, Forum Zakat (FOZ), dan Badan
Amil Zakat (BAZ)
b.
Titipan (Al-Wadiah)
Salah satu prinsip yang
digunakan bank syariah dalam penghimpunan dana adalah dengan menggunakan
prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah Al-Wadiah.
Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika
pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu:
1. Wadiah Yad Al-Amanah. Jenis ini mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
a. Harta atau benda yg dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan
oleh penerima titipan.
b. Penerima titipan (bank) hanya berfungsi sebagai penerima amanah
yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa
mengambil manfaatnya
c. Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk
membebankan biaya (Fee) kepada yang menitipkan.
Adapun bentuk aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
Adapun bentuk aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
2.
Wadiah Yad Adh-Dhomah.
Wadiah jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk
dimanfaatkan oleh penyimpan
b. Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil
tersebut menjadi hak dari penyimpanan. Tidak ada kewajiban dari penyimpan untuk
memberikan hasil tersebut kepada penitip sebagai pemilik benda. Prinsip ini di
aplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan. Namun perlu ditekankan disini bahwa
bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan yang di manfaatkan tersebut
kepada nasabah. Pemberian hasil hanya sebagai bonus dari kebijakan bank dan
tidak ditentukan atau disebutkan dalam akad.
3. Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabbah
yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan
pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai
deposan dibank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek
sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian deposan bukanlah lander atau
kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. Secara garis besar
mudharabbah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mudharabah Muthlaqah
Dalam prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah shahibul
maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya atau
dengan kata lain, mudharib di beri wewenang penuh mengelola tanpa terikat
waktu, tempat, jenis, usaha, dan jenis pelayanannya. Aplikasi perbankan yang
sesuai dengan akad ini adalh tabungan dan deposito berjangka.
b. Mudharabah Muqayyadah
Pada jenis akad ini, shahibul maal memberikan batasan atas dana
yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai
dengan batasan jenis usaha, tempat, dan waktu tertentu saja. Aplikasinya dalam
perbankan adalah special investment based on restricted mudharabah.
2.
Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Bank syariah sebagai suatu
lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan
syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas
secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan menjadi
dua bentuk, yaitu;
a. Equity Financin
Bentuk ini terbagi pula dalam pilihan skim mudharabah muthalaqah/muqayyadah
atau dalam bentuk musyarakah.
1. Al-Mudharabah
Dari segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana). Sedangkan pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain, masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban risikonya (full investment).
Dari segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana). Sedangkan pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain, masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban risikonya (full investment).
2. Al-Musyarakah
Yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati. Dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
Yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati. Dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
b. Debt Financing.
Debt Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa
pertukaran antara barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang
dengan barang, dan uang dengan uang. Mengenai objek pertama dan terakhir
terdapat permasalahan pertukaran antara barang dengan barang dipertimbangkan
dapat menimbulkan ribah fadhal. Sedangkan pertukaran antara uang dengan uang
pun demikian, di khawatirkan dapat menimbulkan ribah nasiah.
Oleh karena itu dalam operasional perbankan syariah hanya
digunakan dua objek lainnya, yaitu pertukaran antara barang dengan barang dan
uang dengan uang.
1.
Barang dengan uang
Transaksi barang dengan
uang yang dapat di lakukan dengan skim jual beli (ba’i) atau pun sewa menyewa
(ujrah). Yang termasuk skim jual beli adalah:
a. Ba’i Al-Murabahah
Skim ini adalah bentuk
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati,
dalam ba’i Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya (mark up). Margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi harga asal
yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara
tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktu tertentu
yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen
murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya juga
bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
1.
Pembeli hendaklah
betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli
2.
Penjual dan pembeli
hendaklah setuju dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa
ada sedikit pun paksaan
3.
Barang yang dijualbelikan bukanlah
barang barang ribawi
4.
Sekiranya barang tersebut
telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut
perundangan Islam.
Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah:
1.
Penjual (ba’i)
2.
Pembeli (musytariy)
3.
Barang (mabi’)
4.
Sighat dalam bentuk ijab
kabul.
b. Ba’i Bithaman Ajil
Bagi
orang yang membutuhkan biaya untuk keperluan produktif ataupun
konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal karena prinsip
ini memberikan ruang kepada nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembayaran
yang ditangguhkan arau secara diangsur (al-taqsid).
Sedangkan
yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah):
a.Al-Ijrah
(operasional Lease)
Konsep ini secara etimologi berarti
upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan dengan menjual manfaat,
kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan.
Bank syariah mengaplikasikan elemen
ini dengan berbagi bentuk produk yang diletakkan pada skim pembiayaan,
diantara caranya adalah:
v Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan
mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-ijarah.
v Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh
nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang
dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah
pihak.
b.Ijarah wa
iqtina (finansial lease)
Skim ini merupakan bentuk
lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan perpindahan hak milik dan
objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan karena lebih
sederhana dari sisi pembukuan dan bank sendiri tidak direpotkan untuk
pemeliharan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
2.Uang dengan Barang
tukaran ini dapat dilakukan dengan skim:
a. ba’i as-Salam (In-front Payment Sale)
Skim ini secara
terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau
menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan
pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian
hari.. Dalam transaksi ba’i as-salam mengharuskan adanya pengukuran atau
spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak. Harga yang dibayarkan
dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang
dibayar segera.
b. Ba’i al-Istishna(istisna sale)
Skim ini adalah akad jual beli antara
pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual di mana barang yang akan
diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan kriteria yang jelas.. Adapun
yang membedakannya dengan as-salam adaah pada metode pembayaran sifat
kontraknya. Pada ba’i as-salam, pembayaran lebih bersifat fleksibel di mana
tidak dilakukan secara lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima
pada termin waktu tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah
mengikat secara asli (thabi’i) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada
istishna, bersifat mengikat ecara ikutan untuk melindungi produsen sehingga tidak
ditinggalkan begitu saja oleh konsumen.[6]
3.Jasa Layanan Perbankan
B.
Al-Wakalah (Deputyship)
Adalah akad perwakilan antara dua
pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk
bertindak atas nama pihak pertama
C.
Kafalah(Gauranty )
Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i dan
Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang (penjamin) ikut
bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan/pembayaran
utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan garansi bank (Bank
Guarantee). Ada beberapa jenis wakalah, yaitu
1. Kafalah bin Nafs, yaitu akad memberikan jaminan atas diri si penjamin
(personal guarantee).
2. Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan pembayaran atau pelunasan utang.
Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance
Payment Bond) atau jaminan pembayaran (Payment Bond).
3. Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu jaminan mutlak yang
dibatasi oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal
ini diterapkan untuk pelaksanaan suatu proyek (Performence Bond) atau jaminan
penawaran (Bid Bond).
4. Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas
barang sewa pada saat jangka waktu habis.
D.
Hawalah (Transfer Service)
Hawalah akad pemindahan
utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak,
yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang(muhal
atau da’iin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih). Akad hawalah
diterapkan pada hal-hal berikut:
1. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki
piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank.
2. Post-dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih,
tanpa membayar terlebih dahulu piutang tersebut.
3. Bill Discounting, dimana pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan
konsep hawalah, hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee
yang tidak dikenal pada hawalah lainnnya.
E.
Ju’alah
Jualah adalah suatu kontrak dimana
pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan
suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak
pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai
pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti referensi bank, informasi
usaha dan lain sebagainya.
F.
Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta
milik si peminjam sebagai jaminan yang diterimanya. Barang yang dithan tersebut
harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan dapat
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan
sebagai collateral atas suatu pembiayaan/pinjaman.
Bab iii
penutup
A. Kesimpulan
Setelah
melakukan beberapa penelitian,dari berbagi sumber kami sudah bisa
lebih mengetahui,mengenal dan menilai , Apa itu perbankan syariah
? Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia ?
Bagaimana tanggapan masyarakat indonesia tentang bank syariah ? dan alasan
Mengapa bank menjadi langkah awal kebangkitan ekonomi islam ? Jadi Awal
mula Perbankan syariah di Indonesia yaitu berawal pada
periode 1980-an. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim
Perbankan MUI tersebut diatas.Akte pendirian PT Bank Muammalat Indonesia
ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah.
Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank
syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya
bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah
menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena
kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah
dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
Antonio Syafi’I, Bank
Syariah, Jakarta,Bank Indonesia, 1999
Didin Hafidhuddin,makalah Implementasi
Ekonomi Islam Dibidang Perbankan Syariah,2003
Dewi,
Gemala. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di
Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004
IAI,Kerangka Dasar Penyusunandan Penyajian
Laporan Keuangan Bank Syariah,Jakarta,2002
Karnaen Perwataatmadja dan Syafi’I Antonio, Apa
dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta, PT Dana Bhakti Wakaf, 1997
Muhammad,Kontruksi Mudharabah Dalam Bisnis
Syariah, Yogyakarta, SEI STIS, 2001
Suwiknyo,
Dwi. Analisis laporan Keuangan Perbankan
Syariah. Yoyakarta: Pustaka Pelajar,2010