Selasa, 23 Juli 2013

konsep dasar bank syariah


makalah
konsep dasar bank syariah

DI

S
U
S
U
N

OLEH:

ALI MURTADHA

Semester / Unit : IV ( Empat ) / I ( Satu )

Dosen Pembimbing : Syawal Harianto, M.Si









Jurusan Syariah
Prodi Ekonomi Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
MALIKUSSALEH - LHOKSEUMAWE
2012-2013




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah  sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.



Bab ii
Pembahasan

1. Pengertian Bank
Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya  menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.
Sedang lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau keduanya.[1]
Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi 3 kegiatan utama yaitu :
  1. Menghimpun dana
  2. Menyalurkan dana
  3. Memberikan jasa lainnya
Dalam perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya administrasi dan jasa yang ditawarkan. Sedangkan pada perbankan syariah tidak beroperasi dengan  mengandalkan pada bunga.
Bank syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam[2]


2. Perkembangan Sistem Perbankan Syariah
Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan ketika itu. Rasulullah sendiri pernah dititipi harta oleh orang-orang Qurays pada waktu itu. Sehingga diberi gelar Al Amin karena terpercaya memegang amanah.
Sedang dalam perkembangannya di zaman Bani Abbasiyah, orang yang mempunyai keahlian untuk menyimpan, menyalurkan dan mentransfer uang disebut Jihbiz.

3. Prinsip-prinsip umum bank syariah.
Dalam menjalankan usahanya, bank syariah harus tetap berpedoman pada nilai-nilai syariah. Prinsip itu berpedoman pada Alquran dan Hadits.  Prinsip yang diterapkan bank syariah meliput[3]
  1. Prinsip pengharaman riba
Prinsip ini tercermin dari praktek pengelolaan dana nasabah. Dana yang berasal dari nasabah penyimpan harus jelas asal usulnya. Sedangkan penyalurannya harus dalam usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syari.
2.      Prinsip keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan sistem bagi hasil dan pengambilan keuntungan berdasarkan hasil kesepakatan dua belah pihak.
3.      Prinsip Kesamaan
Prinsip ini tercermin dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang sederajat. Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.



4.Karakteristik Bank Syariah
Beberapa hal yang menjadi ciri sekaligus yang membedakannya dengan bank konvensional adalah[4] :
  1. Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan investasi yang merupakan landasan aktifitas ekonomi dalam masyarakat. Tidak setiap orang mampu secara langsung menginvestasikan hartanya untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang menghubungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang memerlukan dana (pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara tersebut adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
  2. Bank syariah adalah bank yang berasaskan antara lain pada asas kemitraan, keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik antara lain sebagai berikut :
1)    Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
2)    Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money)
3)    Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
4)    Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
5)    Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
6)    Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad

 

B.Sistem Operasional Perbankan Syariah
1. Sistem Penghimpunan Dana 

Metode penghimpunan dana yang ada pada Bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga Kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.
Berbeda dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a.       Sumber Dana
Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk mengimpun dana masyarakat, bank syariah harus memiliki sumber dana optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat. Disamping itu, sebagai bang syariah yang di tuntut untuk mempraktikan kaidah Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu dana masyarakat dan transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Sumber dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari (3) tiga jenis dana, yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dari para pemegang saham tersebut , dana titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dalam sistem Wadi’ah, maupun yang diinvestasikan melelui bank dalam bentuk dana investasi khusus (Mudhrabah Muqayyadah) atau investasi terbatas (Mudhrabah Muqayyadah) serta dana zakat, infak, dan sadaqah.[5]
1.      Modal
Modal merupakan dana (dalam bentuk pembeliaan saham) yang disediakan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyawarah fi sahm asy-syariqah atau equity partcipation pada saham perseroan bank
2.      Dana titipan masyarakat


3.      Dana dari ZIS
Dana ini peruntukannya jelas satu dari ciri khas bank syariah selain mengelola dana untuk kepentingan komersial bank juga harus berfungsi sebagai pengelola dana untuk kepentingan sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial lainnya yang bergerak di bidang pemberdayaan perekonomian masyarakat seperti Dompet Dhuafa, Forum Zakat (FOZ), dan Badan Amil Zakat (BAZ)
b.      Titipan (Al-Wadiah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam penghimpunan dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah Al-Wadiah. Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu:
1.      Wadiah Yad Al-Amanah. Jenis ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Harta atau benda yg dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.
b.      Penerima titipan (bank) hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa mengambil manfaatnya
c.       Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya (Fee) kepada yang menitipkan.
Adapun bentuk aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
2.      Wadiah Yad Adh-Dhomah. Wadiah jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh penyimpan
b.      Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil tersebut menjadi hak dari penyimpanan. Tidak ada kewajiban dari penyimpan untuk memberikan hasil tersebut kepada penitip sebagai pemilik benda. Prinsip ini di aplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan. Namun perlu ditekankan disini bahwa bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan yang di manfaatkan tersebut kepada nasabah. Pemberian hasil hanya sebagai bonus dari kebijakan bank dan tidak ditentukan atau disebutkan dalam akad.
3.      Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabbah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan dibank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian deposan bukanlah lander atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. Secara garis besar mudharabbah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:


a.       Mudharabah Muthlaqah
Dalam prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya atau dengan kata lain, mudharib di beri wewenang penuh mengelola tanpa terikat waktu, tempat, jenis, usaha, dan jenis pelayanannya. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalh tabungan dan deposito berjangka.
b.      Mudharabah Muqayyadah
Pada jenis akad ini, shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan jenis usaha, tempat, dan waktu tertentu saja. Aplikasinya dalam perbankan adalah special investment based on restricted mudharabah.
2.      Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu;
a.       Equity Financin
Bentuk ini terbagi pula dalam pilihan skim mudharabah muthalaqah/muqayyadah atau dalam bentuk musyarakah. 
1.      Al-Mudharabah 
Dari segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana). Sedangkan pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain, masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban risikonya (full investment).
2.      Al-Musyarakah
Yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati.
Dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.


b.      Debt Financing.
Debt Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa pertukaran antara barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang dengan barang, dan uang dengan uang. Mengenai objek pertama dan terakhir terdapat permasalahan pertukaran antara barang dengan barang dipertimbangkan dapat menimbulkan ribah fadhal. Sedangkan pertukaran antara uang dengan uang pun demikian, di khawatirkan dapat menimbulkan ribah nasiah.
Oleh karena itu dalam operasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek lainnya, yaitu pertukaran antara barang dengan barang dan uang dengan uang.
1.      Barang dengan uang
Transaksi barang dengan uang yang dapat di lakukan dengan skim jual beli (ba’i) atau pun sewa menyewa (ujrah). Yang termasuk skim jual beli adalah:
a.       Ba’i Al-Murabahah
Skim ini adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dalam ba’i Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (mark up). Margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktu tertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
1.      Pembeli hendaklah betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli
2.      Penjual dan pembeli hendaklah setuju dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa ada sedikit pun paksaan
3.      Barang yang dijualbelikan bukanlah barang barang ribawi
4.      Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut perundangan Islam.
Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah:
1.      Penjual (ba’i)
2.      Pembeli (musytariy)
3.      Barang (mabi’)
4.      Sighat dalam bentuk ijab kabul.
b.      Ba’i Bithaman Ajil
Bagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluan produktif ataupun konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal karena prinsip ini memberikan ruang kepada nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembayaran yang ditangguhkan arau secara diangsur (al-taqsid).
Sedangkan yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah):
a.Al-Ijrah (operasional Lease)
Konsep ini secara etimologi berarti upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan.
Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagi bentuk produk yang diletakkan pada skim pembiayaan, diantara caranya adalah:
v  Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-ijarah.
v  Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah pihak.


b.Ijarah wa iqtina (finansial lease)
Skim ini merupakan bentuk lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan perpindahan hak milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan karena lebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank sendiri tidak direpotkan untuk pemeliharan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
2.Uang dengan Barang
tukaran ini dapat dilakukan dengan skim:
a.       ba’i as-Salam (In-front Payment Sale)
Skim ini secara terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.. Dalam transaksi ba’i as-salam mengharuskan adanya pengukuran atau spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayar segera.
b.      Ba’i al-Istishna(istisna sale)
Skim ini adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual di mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan kriteria yang jelas.. Adapun yang membedakannya dengan as-salam adaah pada metode pembayaran sifat kontraknya. Pada ba’i as-salam, pembayaran lebih bersifat fleksibel di mana tidak dilakukan secara lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima pada termin waktu tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah mengikat secara asli (thabi’i) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada istishna, bersifat mengikat ecara ikutan untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen.[6]
3.Jasa Layanan Perbankan
B.     Al-Wakalah (Deputyship)
Adalah akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama
C.     Kafalah(Gauranty )
Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang (penjamin) ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan/pembayaran utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan garansi bank (Bank Guarantee). Ada beberapa jenis wakalah, yaitu
1.      Kafalah bin Nafs, yaitu akad memberikan jaminan atas diri si penjamin (personal guarantee).
2.      Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan pembayaran atau pelunasan utang. Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance Payment Bond) atau jaminan pembayaran (Payment Bond).
3.      Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk pelaksanaan suatu proyek (Performence Bond) atau jaminan penawaran (Bid Bond).
4.      Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas barang sewa pada saat jangka waktu habis.



D.    Hawalah (Transfer Service)
Hawalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang(muhal atau da’iin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih). Akad hawalah diterapkan pada hal-hal berikut:
1.      Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank.
2.      Post-dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar terlebih dahulu piutang tersebut.
3.      Bill Discounting, dimana pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan konsep hawalah, hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee yang tidak dikenal pada hawalah lainnnya.

E.     Ju’alah
Jualah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti referensi bank, informasi usaha dan lain sebagainya.
F.      Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan yang diterimanya. Barang yang dithan tersebut harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan dapat memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan sebagai collateral atas suatu pembiayaan/pinjaman.

Bab iii
penutup

A.    Kesimpulan
Setelah melakukan beberapa penelitian,dari berbagi sumber kami sudah  bisa lebih mengetahui,mengenal dan menilai , Apa itu perbankan syariah ?  Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia ? Bagaimana tanggapan masyarakat indonesia tentang bank syariah ? dan alasan Mengapa bank menjadi langkah awal kebangkitan ekonomi islam ? Jadi Awal mula Perbankan syariah di Indonesia yaitu  berawal pada periode 1980-an. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut diatas.Akte pendirian PT Bank Muammalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.








DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2001

Antonio Syafi’I, Bank Syariah, Jakarta,Bank Indonesia, 1999

Didin Hafidhuddin,makalah Implementasi Ekonomi Islam Dibidang Perbankan Syariah,2003

Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004

IAI,Kerangka Dasar Penyusunandan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah,Jakarta,2002

Karnaen Perwataatmadja dan Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta, PT Dana Bhakti Wakaf, 1997

Muhammad,Kontruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah, Yogyakarta, SEI STIS, 2001

Suwiknyo, Dwi. Analisis laporan Keuangan Perbankan Syariah. Yoyakarta: Pustaka Pelajar,2010





[1] . Didin Hafidhuddin,makalah Implementasi Ekonomi Islam Dibidang Perbankan Syariah,2003
[2] . Muhammad,Kontruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah, (Yogyakarta, SEI STIS, 2001), hal. 65
[3] . Antonio Syafi’I, Bank Syariah, (Jakarta,Bank Indonesia, 1999 ),hal 271
[4] . IAI,Kerangka Dasar Penyusunandan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah,Jakarta,2002
[5] . Suwiknyo, Dwi. Analisis laporan Keuangan Perbankan Syariah. (Yoyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hal, 87
[6] . Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. ( Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal.43